Iklan

September 02, 2025

Ubi Yakon Viral, Bukan Hasil Rekayasa Genetik tapi Warisan Kuno dari Andes


rtv global - Jakarta
– Belakangan ini, ubi yakon tengah menjadi buah bibir di media sosial. Bentuknya mirip ubi jalar, namun ketika digigit teksturnya renyah dan rasanya manis segar seperti buah pir. Tak sedikit warganet yang penasaran, bahkan muncul kabar miring bahwa yakon merupakan hasil campuran genetik buatan.


Faktanya, ubi yakon bukanlah hasil rekayasa genetika modern. Tanaman dengan nama latin Smallanthus sonchifolius ini merupakan warisan kuno dari kawasan Pegunungan Andes, Amerika Selatan, khususnya Peru, Kolombia, dan Ekuador. Masyarakat setempat telah membudidayakannya sejak zaman pra-Inka ribuan tahun silam.


Yakon termasuk keluarga bunga matahari (Asteraceae). Cara berkembang biaknya pun alami, melalui rimpang dan stek batang, tanpa campur tangan teknologi genetik. Popularitas globalnya baru meningkat pada 1980-an setelah banyak penelitian menemukan manfaatnya bagi kesehatan.


Di Indonesia, tanaman ini sudah mulai dibudidayakan di daerah pegunungan seperti Wonosobo, Dieng, dan Bandung. Selain dijual segar, yakon juga diolah menjadi keripik, sirup, hingga teh herbal.


Ahli gizi menyebut ubi yakon mengandung fruktooligosakarida (FOS), sejenis prebiotik alami yang baik untuk pencernaan serta aman dikonsumsi penderita diabetes karena tidak menyebabkan lonjakan gula darah.


Kini, keberadaan ubi yakon semakin dikenal luas berkat konten di media sosial yang menyoroti rasa uniknya. Meski begitu, masyarakat diimbau tidak salah paham. “Yakon bukan tanaman buatan laboratorium, melainkan tanaman alami yang sudah ada sejak lama di bumi,” ujar salah satu peneliti pangan lokal.

Dengan kombinasi rasa segar, manfaat kesehatan, dan cerita sejarah panjangnya, ubi yakon kini tak sekadar viral, tapi juga berpotensi menjadi komoditas unggulan baru dari lereng pegunungan Indonesia.